Jumat, 20 Januari 2012

Untuk Seorang Lelaki disana

Cheryl Blossoms



Ini untuk lelaki yang ingin sekali saya temui tapi sangat takut saya jumpai..

Lelaki ini  tanpa saya sadari dan tanpa saya ingini ternyata memberikan pengaruh yang besar dalam hidup saya.
Pernah beberapa kali tanpa sengaja kami berada dalam satu tempat yang sama dan sayangnya saya tak pernah menyadari kehadirannya. Sekalinya saya menyadari kehadirannya, saya pada melirik ke lelaki ini dan dengan cepat memalingkan muka lagi..ya saya sebegitu pengecutnya.

Beberapa bulan kemarin, ketika saya pikir saya sudah cukup tegar dan kuat untuk menemuinya, saya memutuskan untuk mencarinya. Dan di internet era seperti saat ini, sangatlah mudah mendapatkan nomor teleponnya. Akhirnya saya menelponnya, dan dia mengangkatnya. Sejenak saya terdiam begitu mendengar suaranya.

Dan seperti yang saya takutkan, dia tidak mengenali suara saya, apa boleh buat saya memang orang asing baginya. Saya berharap dia mengenali nama saya, tapi ternyata tidak. Entah memang sudah lupa atau memang saya tak pernah ada di memorinya.

Dengan sisa keberanian yang mulai terkikis, saya ajak dia untuk bertemu, sayangnya kami tak bisa bertemu, karena saya harus datang ke kantornya sebelum jam 5 sore sedang saya datang ke kota ini karena ada suatu hal lain yang perlu saya kerjakan selain mengurusi urusan hati yang meradang bertahun-tahun ini. Singkat kata kami tak bisa bertemu. Padahal saya ada dikota ini untuk 3 hari. 15 menit pun tak mau dia luangkan untuk bertemu dengan saya. Dan saya hanya bisa menyetujui ketidaksanggupannya menemui saya.

Saya masih ingin menemui lelaki ini.
Dihari kedua saya mencoba lagi dengan mengirimkan message lewat facebook untuk mengingatkan dia siapa saya dan memintanya untuk menemui saya, sekali saja, saya tak minta lebih. Saya hanya ingin dia menggenggam tangan saya.

Sesudah itu saya membuka foto-foto facebooknya. Saya lihat foto seorang anak lelaki sedang offroad bersamanya. Saya lihat foto istri, anak perempuannya dan anak lelakinya sedang umroh...

Dan saya terdiam.

Lalu saya buka lagi foto-foto keluarganya.
Saya kembali terdiam..

Kebahagiaan seperti itulah yang sering saya idam-idamkan. Perasaan iri dan terharu dan kagum dan marah dan bahagia berkecamuk. Seharusnya saya juga berhak mendapatkan kebahagiaan seperti itu.

Kemudian saya membuka foto-foto anaknya. Satu foto, dua foto... Dan akhirnya foto terakhir. Lalu saya ulangi lagi dari foto pertama. Entah kenapa, saya lakukan hal itu, sampai tanpa disadari saya tersenyum melihat anak-anaknya tersenyum.

Saya sadar, saya tidak mau merusak senyuman anak-anaknya.. Yang secara tidak langsung, mereka juga adik-adik saya. Mungkin pertemuan dengan lelaki itu tak perlu terjadi juga. Mungkin anak-anak ini tidak akan sekuat saya jika harus hidup tanpa lelaki ini. Mungkin hidup tanpa lelaki ini bisa menjadikan saya orang yang lebih baik.

Lalu saya berpikir, saya tidak perlu kebahagiaan seperti yang tercermin di foto keluarga itu, saya rasa saya cukup bahagia sekarang. :)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar