Senin, 28 November 2011

"Kutukan Hari Rabu"

Tulisan dari seorang teman :)


Sepertinya ini lebih pantas disebut "Kutukan Hari Rabu" ya? Karena hati saya dihancurkan juga di hari itu. Ah lebay. Hati tidak bisa hancur. Hati punya kelebihan memulihkan dirinya sendiri. Hanya saja sama seperti luka di bagian tubuh lainnya, pemulihannya sering lebih menyakitkan daripada luka itu sendiri.


Tapi kemudian bila saya pikirkan lebih jauh lagi, sebenarnya bukan cinta tak sampai itu yang saya sesalkan. Tapi pertemanan yang mendadak remuk. Saya punya andil di sana. Ketika saya patah hati, saya memutuskan untuk mengundurkan diri dari pertemanan itu. Dengan alasan, saya tidak ingin meletakkan teman-teman yang lain di posisi tidak mengenakkan, posisi tengah.


Ternyata saya salah.


Saat saya mengundurkan diri, kemungkinan teman-teman yang lain merasa saya sudah "gak asik" lagi. Tinggal saya yang tersisa, menatap mereka masih bercengkrama dan tertawa bersama. Bersama sumber patah hati saya. Saya iri. Saya ditinggalkan.


Mereka masih bilang, "Hey, kami masih teman kamu loh." Tapi saya berhenti percaya itu. Saya berhenti percaya bahwa apa yang kami pernah miliki bisa tahan lebih lama dari hitungan bulan. Saya terlanjur kecewa.


Saya bertemu teman-teman yang lain, walaupun selalu saja saya mengajak sumber patah hati saya untuk bergabung bersama. Mungkin rasa itu masih ada, sehingga apapun yang saya lakukan, selalu saya ingin ada dia di sana. Salahnya saya adalah, saya terlalu berharap. Saya terlalu berharap banyak pada diri saya sendiri. Saya mengira, saya akan baik-baik saja. Nyatanya tidak. 


Belum.


Dan saat menulis ini, saya tersadar. Bukan cinta tak teraih yang menghancurkan saya. Tapi ketidakmampuan saya untuk melepaskan. No, don't expect me to get some sort of epiphany while writing this, because I haven't. Tapi sebagai pembelaan diri, setidaknya saya menyadari satu kelemahan terbesar saya itu. 


Mungkin di suatu sore kelak, saya dan teman-teman (lama) itu bisa berkumpul kembali. Tertawa hingga berlinang air mata. Saling memeluk saat berpisah tanpa ada jeda yang perih.


Saya menanti saat-saat itu.


Entah kapan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar