pepengtea
Mengapa?... Padahal... Bukankah... Kalau saja...
"Mengapa?" Pertanyaan ini memang selalu menyertai saat peristiwa
terjadi di luar rencana. Hati rasanya dongkol bukan main, tak bisa
menerima kondisi yang baru saja berlalu. Kecewa? Ahh, tentu saja, tak
perlu lah tanya-tanya.
Cinta sebelah tangan, atau apapun itu namanya memang membikin risih
segala hal. Ejekan kawan-kawan yang biasanya jenaka, seketika berubah
menjadi mimpi buruk. Gara-gara si 'kehet' itu, hidup jadi tak karuan,
siapa lah yang lebih menderita dari padaku.
Padahal semua sudah sesuai, gaya rambut, cara berpakaian, parfum yang
dipakai, dan lain-lain. Bahkan, bunga kesukaan sudah didapatkan.
Bukankah dia sempat bilang,
"Aku suka cowok berambut lurus", ini saya betul.
"Aku suka cowok yang doyan musik", ini saya betul.
"Aku suka cowok bertubuh sedang", ini lagi, cocok sama saya.
"Aku suka cowok berkulit sawo matang", pas, saya betul.
"Aku suka cowok cerdas", ah ga terlalu sih, tapi bisa diusahakan.
"Aku suka cowok yang membuat nyaman", cowok yang paling deket sama
dia, ya saya.
"Aku suka cowok yang bisa motret", nah sudah tiga bulan lalu saya lulus kursus.
Apa yang salah?
Kalau saja jadi, tentu tak bakal begini jadinya. Kata orang mungkin
ini yang terbaik, ah omong kosong, mereka tak tahu apa yang saya
rasakan.
Ah.. Setan.. Setan.. Apes banget deh.. Benci betuuuullll sama dia.
Nb.
Tiba-tiba dia lewat di depan muka dan menyapa, "hai peng, pulang dulu
ya". "Eh, iya.. Hati-hati di jalan ya", jawabku kikuk.
"Mengapa?" Pertanyaan ini memang selalu menyertai saat peristiwa
terjadi di luar rencana. Hati rasanya dongkol bukan main, tak bisa
menerima kondisi yang baru saja berlalu. Kecewa? Ahh, tentu saja, tak
perlu lah tanya-tanya.
Cinta sebelah tangan, atau apapun itu namanya memang membikin risih
segala hal. Ejekan kawan-kawan yang biasanya jenaka, seketika berubah
menjadi mimpi buruk. Gara-gara si 'kehet' itu, hidup jadi tak karuan,
siapa lah yang lebih menderita dari padaku.
Padahal semua sudah sesuai, gaya rambut, cara berpakaian, parfum yang
dipakai, dan lain-lain. Bahkan, bunga kesukaan sudah didapatkan.
Bukankah dia sempat bilang,
"Aku suka cowok berambut lurus", ini saya betul.
"Aku suka cowok yang doyan musik", ini saya betul.
"Aku suka cowok bertubuh sedang", ini lagi, cocok sama saya.
"Aku suka cowok berkulit sawo matang", pas, saya betul.
"Aku suka cowok cerdas", ah ga terlalu sih, tapi bisa diusahakan.
"Aku suka cowok yang membuat nyaman", cowok yang paling deket sama
dia, ya saya.
"Aku suka cowok yang bisa motret", nah sudah tiga bulan lalu saya lulus kursus.
Apa yang salah?
Kalau saja jadi, tentu tak bakal begini jadinya. Kata orang mungkin
ini yang terbaik, ah omong kosong, mereka tak tahu apa yang saya
rasakan.
Ah.. Setan.. Setan.. Apes banget deh.. Benci betuuuullll sama dia.
Nb.
Tiba-tiba dia lewat di depan muka dan menyapa, "hai peng, pulang dulu
ya". "Eh, iya.. Hati-hati di jalan ya", jawabku kikuk.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar