(1)
Lama Tak Jumpa
Apa kabar?
Apa kabar rambut indahmu?
Apa kabar matamu?
Apa kabar lenganmu?
Apa kabar dadamu?
Apa kabar bibirmu?
Apa kabar kata-kata itu?
Apa kabar?
Jogja, 23:55 pm, 28 Juni 2005
(2)
Pulang #1
Mencintaimu
sama seperti menatap rumahku
yang berada jauh di atas bukit
tanpa aku tahu bagaimana aku bisa sampai ke sana.
(03 Juli 2005)
Pulang #2
Akhirnya, aku memutuskan untuk pulang
Tetapi tidak ke rumahku
Aku mau pulang ke rumahmu
Sebab rumahmu ada di dalam hatiku.
(25 Juli 2005)
(3)
21
Berkalikali kita menjadi penonton
kamu dan aku menyaksikan film-film bertema cinta
dengan judul yang tak pernah serupa
kita mengantri di loket yang berbeda
tetapi akhirnya selalu memilih duduk di bangku yang itu itu juga
sejuta cerita adalah koma
sebagaimana cerita dalam hidup kita yang terus ditulis oleh tangan waktu pada halaman jaman yang lembarnya berakhir
sebagai kertas pembungkus nasi kucing di warung angkring
seringkali aku berlagak bodoh,
dan kamu berpura-pura mati
lalu ada saat-saat kita mencuri waktu
bukan dari laci Doraemon atau kantong ajaibnya
untuk sebuah permainan berburu
dengan senapan dan peluru semu
kamu menjadi penggoda
dan aku kembali menjadi pendusta
di kali yang lain kamu adalah pengembara
yang selalu nyasar di jalan yang sama
: serangkaian jalanjalan dalam sebuah labirin
dengan seribu kemungkinan dan gang-gang buntu
di sana selalu kamu temukan sebuah tiang berlampu merkuri dan bayangan seorang perempuan yang tengah duduk, menuliskan serangkaian ceritera dan kata-kata
tentang seorang anak lelaki yang hilang dan tersesat
seperti dirimu
lantas kamu selalu mencuri kesempatan untuk bisa menyapanya,
berharap bisa menemukan dirimu di dalam dirinya
tetapi dia selalu membalas sapamu dengan sebuah senyum
yang tak pernah berhasil kamu terka maksudnya
kamu hanya bisa lihat lembaran ceritera
dan puisi tentang dirinya, juga tentang seorang anak lelaki
yang seringkali buta arah dan nyasar seperti dirimu
terserak di dekat kakinya
terkadang kamu nekat bersijengkat,
mencuri beberapa lembar untuk kamu baca
tetapi semuanya hanya membuat kamu makin jauh tersesat,
terjebak ke dalam kertas-kertas dan tinta penanya
terjebak dalam kisahkisah malam di sorot matanya
dimana sebuah perhentian sementara terletak
dan aku, adalah pemilik perhentian sementara
dengan beberapa penghuni setia
sebagian tampak selalu datang bertandang
setelah beberapa pamit pergi dan berganti
sementara lainnya pergi diam-diam
mereka orangorang lelah
orangorang lupa
orangorang mogok bicara
orangorang yang tuli karena menyumpal telinga mereka dengan botol air mineral, karton jus tomat dan bungkus rokok
juga orang orang yang gagal membunuh cinta dengan pisau dan racun arsenik walau ketika cinta
sedang lelah, lengah dan tak berjaga
tetapi terima kasih telah singgah,
terima kasih juga karena telah pergi,
dan terima kasih karena telah turut berdiri
pada barisan antrian reservasi
akan ada ucapan selamat datang yang selalu menanti
dan ucapan sampai jumpa lain kali
April 2007
(4)
Lelaki Bumi Lelaki Langit
Kaki-kaki letih perempuan ini masih saja
Setia pada perjalanan
Segala apa telah tua
Seperti cinta;
Ia adalah sebuah persinggahan usang
Bukit batu dengan padang ilalang
Di samping mata air kehidupan
Aku; perempuan ini, menyetiai perjalanan tua
Dan yang tua padaku makin renta
Lalu satu demi satu datang kepada iblis pencatat kematian
Di gerbang pelataran berhias pusara dan nisan
Apa boleh buat,
Gravitasi tak dinasibkan sebagai pecundang
Lalu kau; Lelaki,
Seperti bumi
Sejauh apapun kulari, tapaktapak kaki letih ini
Akan kembali padamu
Kau adalah bumi yang menggravitasi
Kau
Seperti langit dan udara
Berhias arakan awan;
kawanan migrasi burung-burung
juga hamparan langit cahaya
mega bintangbintang purnama dan bulan kejora
Sejauh apapun kupergi yang kuhirup dan kutatap
Tak bukan; akhirnya hanya kau
Dan aku selalu padamu
Telah lelah tetapi tetap berjalan
Mendaki kaki bukit batu berpadang ilalang
Hendak melarung kematian-kematian segala apa padaku
Di hulu mata air kehidupanmu
Blunyah, 11 April 2004 – 30 Maret 2007
Tidak ada komentar:
Posting Komentar